Language learning is like falling in love. In fact you have to be in love to learn a language well. I mean in love with the language. You have to have a love affair with the language. You do not have to marry the language. You can have an affair and then move on to another language after a period of time. But while you are learning the language you have to be in love with it. And you will learn faster if you are faithful to the language while you are studying it.
Just as when you are in love, you want to and need to spend as much time as possible with the object of your love. You want to hear its voice and read its thoughts. You want to learn more about it, the many words and phrases that it uses to express itself. You think of the language wherever you are. You start to observe the object of your love closely. You notice all the little things it does, you become familiar with its peculiar behaviour patterns. You breathe it. You hear its voice. You feel it. You get to know it better and better, naturally.
Just as in a love affair, there are things about the object of your love that you do not like. You ignore these. You only think about the things that you love. You do not question the object of your love. You just accept it. You do not ask why. You do not ask why it behaves a certain way. You do not seek to understand the secrets to its structure. You just want to be with it, and even to imitate it, the highest form of appreciation.
Loving a language is a one-sided love affair. You love the language. It does not love you back. But the good thing is that it is not jealous of you, of your other previous love affairs. It really does not care if you carry on another love affair at the same time. But, as with people, doing so can create problems…..The language does not criticize you. You can use it however you want, as long as you enjoy yourself.
You are not jealous of other people who love the language you love. In fact you like to meet people who love the language you love. It is a lot less bothersome to love a language than to love a person, Because the love of the language is its own reward. You do not care what the language thinks of you. You are enjoying your affair with the language and do not expect anything in return. As long as you have that relationship, you will learn and improve in the language.
If you just use a language without loving it, you will not improve. If the goal is only to get a better job, or to pass a test, you will not improve. People are the same way. You cannot have a love affair with someone just to get a better job, although……….
This has been my approach. So when I learn a language I spend most of my initial time just listening and reading and building up my words and phrases. I just want to get to know the language, enjoy its personality and get used to it. I do not want anyone to question me, or explain my love to me. I do not want to speak in the language before I have really gotten to know the language, because I know that I will not do justice to my love. I only speak in the language when I want to, when I am ready.
Minggu, 13 November 2011
Sekolah Standar Nasional ( SSN )
Sekolah
Standar Nasional (SSN)
Merupakan
sekolah yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang berarti
memenuhi tuntutan SPM sehingga diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan
yang standar dan menghasilkan lulusan dengan kompenetensi sesuai dengan standar
nasional yang ditetapkan. Berikut ini komponen standar yang dimaksud:
Komponen Input:
aspek
siswa, sarana prasarana dan pembiayaan serta aspek input harapan (visi, misi,
tujuan dan sasaran), serta aspek tenaga kependidikan.
Indikator tenaga
kependidikan bagi SSN:
(a) memiliki tenaga
kependidikan yang cukup jumlahnya,
(b) kualifikasi dan
kompetensi yang memadadi sesuai dengan tingkat pendidikan yang ditugaskan,
(c) tidak mismatched.
Berkaitan dengan aspek kesiswaan, ada enam hal yang harus diperhatikan sekolah:
(a) penerimaan siswa baru,
(b) penyiapan belajar peserta didik,
(c) pembinaan dan pengembangan,
(d) pembimbingan,
(e) pemberian kesempatan, dan
(f) evaluasi hasil beljar siswa.
Di
samping itu ditekankan pula pada kondisi siswa dalam proses belajar mengajar di
sekolah yang meliputi rasio siswa per rombongan belajar dan rasio pendaftar
terhadap siswa yang diterima.
Input
yang berkaitan dengan sarana dan pembiayaan mencakup ruang kelas, laboratorium,
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang keterampilan/kesenian/komputer, ruang
administrasi, kamar kecil, lahan terbuka, fasilitas pendukung dan pembiayaan.
Komponen
Proses meliputi aspek kurikulum dan bahan ajar, aspek proses belajar mengajar
dan penilian, dan aspek manajemen dan kepemimpinan. Sedangkan komponen output
mencakup aspek prespasi belajar siswa, aspek prestasi guru dan kepala sekolah
dan aspek prestasi sekolah.
Kriteria Sekolah Standar
Nasional
»
Umum
- Memiliki rat a-rata NUAN minimal 6,0.
- Jumlah rata-rata NUAN minimal 6,35.
- Ada kecenderungan rata-rata NUAN tetap atau diprioritaskan yang naik.
- Termasuk sekolah yang tergolong kategori baik di kota, yaitu memiliki tenaga guru dan sarana pendidikan yang cukup, serta memiliki prestasi yang baik.
- Sekolah memiliki potensi yang kuat untuk berkembang, dan
- Bukan sekolah yang didukung oleh yayasan yang memiliki pendanaan yang kuat, baik dari dalam maupun luar negeri.
»
Khusus
- Sekolah memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
- Sekolah memiliki sumber daya manusia yan kompeten dan berdedikasi tinggi.
- Sekolah memiliki fasilitas yang memadai.
- Sekolah memiliki kepedulian pada kualitas pembelajaran.
- Sekolah menerapkan evaluasi secara berkelanjutan.
- Kegiatan ekstrakurikulernya menunj ukkan peningkatan.
- Sekolah memiliki manajemen yang bagus.
- Sekolah memiliki kepemimpinan yang handal.
- Sekolah memiliki program-program yang inovatif.
- Sekolah memiliki program yang jelas sesuai dengan kondisi objektif sekolah.
- Program sekolah dibuat dengan melibatkan seluruh warga sekolah.
- Sekolah memiliki administrasi keuangan yang transparan.
- Hubungan kerjasama antar warga sekolah berjalan harmonis.
- Kerja sama antara sekolah dengan masyarakat sekitar berjalan dengan baik.
- Ruang kelas, laboratorium, kantor dan KM/WC serta taman sekolah bersih dan terawat.
- Lingkungan sekolah bersih, tertib, rindang, dan aman.
- Guru dan tenaga kependidikan tampak antusias dalam mengajar dan bekerja.
- Hasil UAN siswa menunjukkan kecenderungan meningkat.
- Sekolah menerapkan reward system dan merit system secara baik.
- Sekolah memil iki program peningkatan kinerja profesional guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Panduan
Penyelenggaraan Sekolah Dasar Standar Nasional
PENGANTAR
DIREKTUR PEMBINAAN TK DAN SD
BAB I: PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Pengertian
C.
Tujuan
D.
Sasaran
E.
Dasar Hukum
BAB II: PROSES
PENETAPAN DAN IMPLEMENTASI PROGRAM SEKOLAH DASAR STANDAR NASIONAL
A.
Persyaratan
1. Umum
2. Khusus
B.
Proses Penetapan
1. Pengajuan Usulan
2. Penilaian Kelayakan
3. Penetapan
C.
Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
2. Sosialisasi Program
3. Penandatanganan MOU
D.
Implementasi Program
1. Penyusunan RPS
2. Penyusunan RAPBS
3. Pembentukan Tim Pengembang di
Sekolah
4. Pembinaan
E.
Pembiayaan
BAB
III: STANDAR DAN PENGEMBANGAN
A.
Standar Nasional Pendidikan untuk SD
- Standar Isi
- Standar Proses
- Standar Kompetensi Lulusan
- Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
- Standar Prasarana dan Sarana
- Standar Pengelolaan
- Standar Pembiayaan
- Standar Penilaian
B.
Pengembangan SDSN
- Kebijakan Pengembangan
- Prinsip-prinsip Pengembangan
C.
Rencana Pengembangan
- Fase Rintisan
- Fase Konsolidasi
- Fase Kemandirian
D.
Sasaran Pengembangan
BAB
IV: INDIKATOR KEBERHASILAN, MONITORING, DAN EVALUASI
A.
Indikator Keberhasilan
- Pengelolaan
- Proses Pembelajaran
- Out Put
B.
Monitoring dan Evaluasi
- Tujuan
- Prinsip-prinsip
- Komponen yang Dimonitoring dan Evaluasi
- Pelaksanaan
Sabtu, 29 Oktober 2011
My First experience in blogging
Keterpaksaan dalam belajar bagi saya merupakan sebuah motivasi yang luar biasa.
Dimana hampir setiap orang pasti tidak setuju dengan sebuah keterpaksaan.....namun itulah yang terjadi dan saya alami sendiri dalam hidup ini...
semua ini berawal latar belakang ortu saya yang nota bene adalah orang kampung yang hanya mengenyam pendidikan SR ( Sekolah Rakyat ). Pendidikan tinggi bukanlah hal utama bagi mereka....yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana anak- anak menyelesaikan sekolah agama yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Stanawiyah ( MTS ), dan Madrasah Aliyah ( MA ). Tidak ada satupun diantara saya dan empat saudara saya yang di sekolahkan di sekolah umum. Pemikiran mereka yang agak konvensional tentang pendidikan umum yang menurut mereka tidak akan membuat anak-anaknya dekat dengan agama terlebih mereka sangat tabu dengan bahasa Inggris yang diajarkan di sekolah umum yang menurut mereka adalah bahasa orang kafir dan munafik. Akhirnya, demi menjadikan kami dekat dengan agama, saya dan kakak pertama saya di sekolahkan di ponpes. Kakak saya yang pertama setelah lulus Tsanawiyah di sekolahkan di sebuah Ponpes salafiyah yang berada di daerah Banten, sedangkan saya sendiri di sekolahkan di ponpes modern di daerah Bogor. Orang tua saya tidak mengira jika di ponpes modern selain bahasa Arab juga diajarkan bahasa Inggris yang menurut mereka "kafir atau munafik".
Setelah empat tahun belajar di ponpes modern Daarul Uluum Bogor, akhirnya saya pun lulus. Namun karena ketidak mampuan ortu saya untuk membiayai biaya kuliah saya, akhirnya saya dijodohkan dengan seorang pria yang baik dan menikah dengannya. Setelah menikah...terbersit keinginan saya untuk melanjutkan belajar di pendidikan tinggi. Atas anjuran suami tercinta untuk tidak mengambil pendidikan agama agar pengetahuan umum saya berkembang akhirnya saya mengambil fakultas dengan program pendidikan bahasa Inggris untuk saya tekuni.Saya menyetujuinya dan berusaha untuk mempelajarinya. Tentu saja setelah saya memberitahukan hal ini kepada ortu saya mereka agak sedikit kaget dan bertanya, mengapa saya mengambil jurusan bahasa Inggris yang mereka tidak suka apalagi setelah lulus S1 bahasa Inggris, saya menjadi guru bahasa inggris di sekolah dasar. Hal ini saya maklumi mungkin mereka merasa putus harapan untuk menjadikan saya seorang ustadzah, mubalighah atau guru agama yang mereka banggakan.
Walau begitu sebenarnya saya bersyukur mempunyai orang tua seperti mereka....I love my baba n ema......saya terpaksa mengabaikan keinginan kalian tuk menjadi seorang ustadzah.....namun walau saya tidak menjadi apa yang kalian harapkan, setidaknya saya juga dapat menjadi guru yang ikhlas memberikan ilmu kepada orang lain...dan semboyan " balliguu 'annii walau ayah"...telah saya laksanakan......
Dimana hampir setiap orang pasti tidak setuju dengan sebuah keterpaksaan.....namun itulah yang terjadi dan saya alami sendiri dalam hidup ini...
semua ini berawal latar belakang ortu saya yang nota bene adalah orang kampung yang hanya mengenyam pendidikan SR ( Sekolah Rakyat ). Pendidikan tinggi bukanlah hal utama bagi mereka....yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana anak- anak menyelesaikan sekolah agama yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Stanawiyah ( MTS ), dan Madrasah Aliyah ( MA ). Tidak ada satupun diantara saya dan empat saudara saya yang di sekolahkan di sekolah umum. Pemikiran mereka yang agak konvensional tentang pendidikan umum yang menurut mereka tidak akan membuat anak-anaknya dekat dengan agama terlebih mereka sangat tabu dengan bahasa Inggris yang diajarkan di sekolah umum yang menurut mereka adalah bahasa orang kafir dan munafik. Akhirnya, demi menjadikan kami dekat dengan agama, saya dan kakak pertama saya di sekolahkan di ponpes. Kakak saya yang pertama setelah lulus Tsanawiyah di sekolahkan di sebuah Ponpes salafiyah yang berada di daerah Banten, sedangkan saya sendiri di sekolahkan di ponpes modern di daerah Bogor. Orang tua saya tidak mengira jika di ponpes modern selain bahasa Arab juga diajarkan bahasa Inggris yang menurut mereka "kafir atau munafik".
Setelah empat tahun belajar di ponpes modern Daarul Uluum Bogor, akhirnya saya pun lulus. Namun karena ketidak mampuan ortu saya untuk membiayai biaya kuliah saya, akhirnya saya dijodohkan dengan seorang pria yang baik dan menikah dengannya. Setelah menikah...terbersit keinginan saya untuk melanjutkan belajar di pendidikan tinggi. Atas anjuran suami tercinta untuk tidak mengambil pendidikan agama agar pengetahuan umum saya berkembang akhirnya saya mengambil fakultas dengan program pendidikan bahasa Inggris untuk saya tekuni.Saya menyetujuinya dan berusaha untuk mempelajarinya. Tentu saja setelah saya memberitahukan hal ini kepada ortu saya mereka agak sedikit kaget dan bertanya, mengapa saya mengambil jurusan bahasa Inggris yang mereka tidak suka apalagi setelah lulus S1 bahasa Inggris, saya menjadi guru bahasa inggris di sekolah dasar. Hal ini saya maklumi mungkin mereka merasa putus harapan untuk menjadikan saya seorang ustadzah, mubalighah atau guru agama yang mereka banggakan.
Walau begitu sebenarnya saya bersyukur mempunyai orang tua seperti mereka....I love my baba n ema......saya terpaksa mengabaikan keinginan kalian tuk menjadi seorang ustadzah.....namun walau saya tidak menjadi apa yang kalian harapkan, setidaknya saya juga dapat menjadi guru yang ikhlas memberikan ilmu kepada orang lain...dan semboyan " balliguu 'annii walau ayah"...telah saya laksanakan......
Langganan:
Komentar (Atom)


